Pernahkah Anda terpikirkan
jika cinta anak melebihi kasih seorang Ibu?
Kebanyakan orang berpikir bahwa kasih Ibu lah yang paling besar kepada anaknya.
Namun, pada kisah kali ini menceritakan tentang cinta seorang anak kepada orang
tuanya kepada Ibunya yang sudah meninggalkannya namun tetap ingat dan cinta
kepada Ibunya yang sudah meninggalkan dirinya.
Kisah ini akan mengajak kita untuk lebih mencintai orang tua kita terutama Ibu
yang sudah melahirkan kita.
Mary, adalah seorang Ibu yang memiliki sifat buruk. Dia memiliki sifat pemarah,
egois, dan tinggi hati. Dua puluh tahun yang lalu Mary baru melahirkan
dan mempunyai seorang anak laki-laki. Anak tersebut wajahnya lumayan tampan
namun agak terlihat bodoh. Sam, suamiku, yang telah memberikan nama
"Eric" kepada si anak tersebut..
Saya berpikir, bahwa semakin hari bahwa semakin jelas kelihatan bahwa anak
tersebut terbelakang. Saya berniat memberikannya kepada orang lain. Namun Sam
mencegah niat buruk itu. Akhirnya terpaksa saya membesarkannya juga. Di tahun
kedua setelah Eric dilahirkan saya pun melahirkan kembali seorang anak
perempuan yang cantik mungil. Saya menamainya Angelica. Saya sangat menyayangi
Angelica, demikian juga Sam. Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan
dan membelikannya pakaian anak-anak yang indah-indah.
Namun tidak demikian halnya dengan Eric. Ia hanya memiliki beberapa stel
pakaian butut. Sam berniat membelikannya, namun saya selalu melarangnya dengan
dalih penghematan uang keluarga. Sam selalu menuruti perkataan saya. Saat usia
Angelica 2 tahun, Sam meninggal dunia. Eric sudah berumur 4 tahun kala itu.
Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan hutang yang semakin menumpuk.
Akhirnya saya mengambil tindakan yang akan membuat saya menyesal seumur hidup.
Saya pergi meninggalkan kampung kelahiran saya beserta Angelica. Eric yang
sedang tertidur lelap saya tinggalkan begitu saja. Kemudian saya tinggal di
sebuah gubuk setelah rumah kami laku terjual untuk membayar hutang. Setahun, 2
tahun, 5 tahun, 10 tahun.. telah berlalu sejak kejadian itu.
Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa. Usia Pernikahan
kami telah menginjak tahun kelima. Berkat Brad, sifat-sifat buruk saya yang
semula pemarah, egois, dan tinggi hati, berubah sedikit demi sedikit menjadi
lebih sabar dan penyayang. Angelica telah berumur 12 tahun dan kami
menyekolahkan dia di asrama putri sekolah perawatan. Tidak ada lagi yang ingat
tentang Eric dan tidak ada lagi yang mengingatnya.
Sampai suatu malam. Malam di mana saya bermimpi tentang seorang anak. Wajahnya
agak tampan namun tampak pucat sekali. Ia melihat ke arah saya. Sambil
tersenyum ia berkata, “Tante, Tante kenal mama saya? Saya lindu cekali pada
Mommy!” Setelah berkata demikian ia mulai beranjak pergi, namun saya
menahannya, “Tunggu…, sepertinya saya mengenalmu. Siapa namamu anak manis?”
“Nama saya Elic, Tante.”
“Eric? Eric… Ya Tuhan! Kau benar-benar Eric?”
Saya langsung tersentak dan bangun. Rasa bersalah, sesal dan berbagai perasaan
aneh lainnya menerpa diri saya saat itu juga. Tiba-tiba terlintas kembali kisah
ironis yang terjadi dulu seperti sebuah film yang diputar dikepala saya. Baru
sekarang saya menyadari betapa jahatnya perbuatan saya dulu. Rasanya seperti
mau mati saja saat itu. Ya, saya harus mati…, mati…, mati…
Ketika tinggal seinchi jarak pisau yang akan saya goreskan ke pergelangan
tangan, tiba-tiba bayangan Eric melintas kembali di pikiran saya. Ya Eric,
Mommy akan menjemputmu Eric…
Sore itu saya memarkir mobil biru saya di samping sebuah gubuk, dan Brad dengan
pandangan heran menatap saya dari samping. “Mary, apa yang sebenarnya terjadi?”
“Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah saya menceritakan hal yang telah
saya lakukan dulu.” tapi aku menceritakannya juga dengan terisak-isak. ..
Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia telah memberikan suami yang begitu
baik dan penuh pengertian. Setelah tangis saya reda, saya keluar dari mobil
diikuti oleh Brad dari belakang. Mata saya menatap lekat pada gubuk yang terbentang
dua meter dari hadapan saya. Saya mulai teringat betapa gubuk itu pernah saya
tinggali beberapa bulan lamanya dan Eric.. Eric….
Saya meninggalkan Eric di sana 10 tahun yang lalu. Dengan perasaan sedih saya
berlari menghampiri gubuk tersebut dan membuka pintu yang terbuat dari bambu
itu. Gelap sekali…Tidak terlihat sesuatu apa pun! Perlahan mata saya mulai
terbiasa dengan kegelapan dalam ruangan kecil itu. Namun saya tidak menemukan
siapapun juga di dalamnya. Hanya ada sepotong kain butut tergeletak di lantai
tanah. Saya mengambil seraya mengamatinya dengan seksama… Mata mulai
berkaca-kaca, saya mengenali potongan kain tersebut sebagai bekas baju butut
yang dulu dikenakan Eric sehari-harinya.
Beberapa saat kemudian, dengan perasaan yang sulit dilukiskan, saya pun keluar
dari ruangan itu … Air mata saya mengalir dengan deras. Saat itu saya hanya
diam saja. Sesaat kemudian saya dan Brad mulai menaiki mobil untuk meninggalkan
tempat tersebut. Namun, saya melihat seseorang di belakang mobil kami. Saya
sempat kaget sebab suasana saat itu gelap sekali. Kemudian terlihatlah wajah
orang itu yang demikian kotor. Ternyata ia seorang wanita tua. Kembali saya
tersentak kaget manakala ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang parau.
"Heii…! Siapa kamu?! Mau apa kau kemari?!"
Dengan memberanikan diri, saya pun bertanya, "Ibu, apa ibu kenal dengan
seorang anak bernama Eric yang dulu tinggal di sini?"
Ia menjawab, "Kalau kamu ibunya, kamu sungguh tega, Tahukah kamu, 10 tahun
yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini, Eric terus menunggu ibunya dan
memanggil, 'Mommy…, mommy!' Karena tidak tega, saya terkadang memberinya makan
dan mengajaknya tinggal Bersama saya. Walaupun saya orang miskin dan hanya
bekerja sebagai pemulung sampah, namun saya tidak akan meninggalkan anak saya
seperti itu! Tiga bulan yang lalu Eric meninggalkan secarik kertas ini. Ia
belajar menulis setiap hari selama bertahun-tahun hanya untuk menulis ini
untukmu…"
Saya pun membaca tulisan di kertas itu…
"Mommy,
mengapa Mommy tidak pernah kembali lagi…? Mommy marah sama
Eric, ya? Mom, biarlah Eric yang pergi saja, tapi Mommy harus berjanjikalau
Mommy tidak akan marah lagi sama Eric. Bye, Mom…"
Saya menjerit histeris membaca surat itu. "Bu, tolong katakan…
katakan di mana ia sekarang? Saya berjanji akan meyayanginya sekarang!
Saya tidak akan meninggalkannya lagi, Bu! Tolong katakan..!!"
Brad memeluk tubuh saya yang bergetar keras.
"Nyonya, semua sudah terlambat. Sehari sebelum nyonya datang, Eric telah
meninggal dunia. Ia meninggal di belakang gubuk ini. Tubuhnya sangat kurus, ia
sangat lemah. Hanya demi menunggumu ia rela bertahan di belakang gubuk ini
tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia takut apabila Mommy-nya datang, Mommy-nya
akan pergi lagi bila melihatnya ada di dalam sana… Ia hanya berharap dapat
melihat Mommy-nya dari belakang gubuk ini… Meskipun hujan deras, dengan
kondisinya yang lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya di sana.